Makna Berekat Tahlil

Islam masuk ke tanah air dengan cara yang damai, tanpa adanya kekerasan.

Hal ini terlihat bagaimana Islam yang telah dibawa oleh para Wali penyebar agama tersebut, bisa berpadu dengan budaya lokal Nusantara dan Jawa.

Hal paling menonjol yang terkait dengan tradisi akulturatif tersebut adalah ritual Tahlilan untuk orang meninggal dunia.

Dalam praktik Islam Jawa, Tahlilan dihayati sebagai bagian dari kegiatan keagamaan, juga merupakan budaya yang tidak bisa dipisahkan dengan kehidupan orang Jawa.

Tahlilan dikenal pula dengan nama Kajatan, selalu dilakukan dengan menyajikan hidangan atau makanan yang umumnya dinamakan berkat.

Berkat dan Tahlilan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Sebab keberadaan berkat menjadi suatu bentuk do’a.

Menurut Bapak Mustajib, takmir Masjid Besar Al-Muslimun Kelurahan Kepatihan, doa bagi orang Jawa tidak cukup hanya dalam bentuk kata-kata.

Agar lebih mantap, mereka pun mewujudkannya dalam ragam makanan. Selain itu, makanan juga dianggap sebagai wujud kesungguhan dalam berdoa.

Praktiknya, kesungguhan do’a dalam bentuk berkat tidak hanya pada acara Tahlilan, tetapi juga acara-acara ritual slametan lainnya.

Namun isi dari berkat pada acara Tahlilan dalam rangka untuk memperingati hari kematian di hari ketiga, tujuh hari, empat puluh hari, seratus sampai pada seribu hari, memiliki ciri khas.

Pada umumnya, di dalam acara rutinan Tahlil setiap malam Jum’at hidangannya cenderung bebas.

Biadanya berkat berisi beberapa jenis makanan. Seperti Sego suci ulam sari atau pun sego gurih, kacang panjang, pisang, ketan, kolak, apem dan jenang sengkolo.

Masing-masing dari makanan tersebut diatas memiliki makna pengingat dalam kehidupan manusia.

Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Istifadah, pengasuh TPQ Al-Iman Kelurahan Kepatihan, bahwa berkat sendiri bermakna berkah atau barokah.

Barokah artinya bertambahnya kebaikan. Sama halnya seperti melakukan sedekah.

Sebab Tahlilan diselenggarakan dengan mengundang tetangga sekitar. 

Selesai mengikuti tertib Tahlilan, tetangga yang datang diundang akan merasakan senang dan berterima kasih karena dia telah mendapatkan berkat.

Tidak hanya itu, sesampainya di rumah, berkat bisa dinikmati oleh seluruh anggota keluarga.

Terkadang berkat juga menjadi sebuah hidangan bagi seorang tamu.

Bukan hanya dari ‘berkat’ sendiri yang memiliki makna.

Keberadaan dari kacang panjang dalam berkat dimaknai sebagai sebuah tongkat yang menjadi pegangan hidup di dunia.

Bahwa saat menjalani kehidupan harus berpegang pada agama yang bersumber pada al-Qur’an dan Hadist.

Sehingga, manusia dapat pula membedakan antara halal dan haram, agar selamat di dunia dan akhirat.

Kemudian, do’a agar selamat di akhirat diselipkan juga dalam cenggereng yang terbuat dari kelapa yang diparut kasar.

Pada umumnya hampir mirip dengan srondeng.(serundeng) Seperti  dikatakan Ibu Istifadah, yang dihidangkan dalan berkat bukan srondeng melainkan cenggereng.

Karena bertujuan agar nanti di akhirat tak kelilipen. Maksudnya, kita memiliki mata agar dapat memanfaatkannya dengan baik.

Tidak untuk melihat sesuatu hal yang dilarang sehingga nanti di akhirak kelak, mata kita diberi keselamatan.

Nasi dalam berkat memiliki juga makna yang tersendiri.

Menurut Pak Slamet Pudjiono, salah satu tokoh di Desa Bago, “Sego suci ulam sari atau sego gurih dengan ayam lodho dalam bentuk dibekakak (bukan ingkung) bermakna sebagai penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW, sahabat dan keluarganya.

Selain itu, di dalam berkat juga terdapat ketan kolak.

Ketan merupakan makanan yang memiliki makna sebagai suatu kekuatan. Sementara kolak itu berasal dari bahasa Arab yaitu qola yang berarti berbicara.

Kata berbicara memiliki maksud meminta ampunan dari segala hal kesalahan dalam berbicara secara lahir maupun batin.

Komposisi berkat juga berisi pisang raja.

Menurut Pak Slamet Pudjiono, pisang yang dihidangkan tidak harus pisang tersebut.

Tetapi, masyarakat Jawa pada umumnya kebanyakan lebih suka menghidangkannya. Tidak harus pisang Raja yang pasti gedang stangkep.

Gedang setangkep juga memiliki makna tersendiri.

Menurut Bu Hajjah Syameah, salah satu pimpinan dari jamaah Yasinan perempuan di Desa Bago, keberadaannya adalah dimaksudkan untuk memuliakan Siti Fatimah binti Muhammad yang merupakan putri dari Nabi Muhammad.

Diharapkan agar beliau menjadi suri tauladan pemimpin para muslimat. Serta sebagai seorang penuntun kita besok di surga.

Bagian dari berkat selanjutnya yaitu jenang sengkolo.  Sengkolo atau kolo berarti malapetaka.

Adanya Jenang tersebut untuk bertujuan agar diberiksn suatu keselamatan.

Berharap malapetaka di masa depan yang hendak datang dapat ditolak. Sementara malapetaka yang terlanjur datang, dapat disirnakan.

Ada juga makanan yang dikenal dengan nama apem.

Menurut Bapak Mustajib, apem berasal dari bahasa Arab yaitu ‘afuwwun yang artinya ampunan.

Namun orang Jawa kesulitan dalam menyebutnya. Agar lebih mudah diucapkan maka menjadi apem.

Dihadirkannya apem, berarti kita memintakan maaf bagi para arwah yang telah mendahului.

Kemudian apem tersebut akan disedekahkan dengan niat agar pahalanya ditujukan kepada para arwah.

Pada hakikatnya, Islam masuk ke tanah Jawa tidak serta-merta mengubah tradisi yang telah ada, tapi mampu bersintesis dengan nilai yang ada di masyarakat Jawa. (hob3)

| Ravenika Oktania

Peserta Sayembara Menulis SMA 2018; Mahasiswa Psikologi Islam Semester I; Staf Magang IJIR  (Institute for Javanese Islam Research)

Pos ini dipublikasikan di Artikel dan tag , , . Tandai permalink.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.